Ming Liang adalah seorang lulusan Akademi Seni yang menyeret pilihan berat dalam hidupnya: memilih melanjutkan studinya di kota besar atau kembali ke kampung halamannya demi merawat ibu angkatnya yang sedang sakit. Ia memilih yang kedua, kembali ke kaki pegunungan Tianshan dan mengambil alih sebuah restoran kecil bernama “Red Pomegranate” yang telah dikelola ibunya selama bertahun-tahun namun kini terancam tutup. Di tengah aroma manis-asam dari buah delima di udara dingin Xinjiang, Ming Liang bekerja keras menghidupkan kembali restoran tersebut: ia bersama chef Murati, pelayan Bayar, dan asisten dapur Ankar menghadapi beragam tantangan — dari keuangan yang membebani, persaingan bisnis, hingga budaya lokal yang berbeda dari hidupnya di kota. Dalam proses ini, Ming Liang juga bertemu kembali dengan Gu Li Na Er, teman masa kecil yang kini menekuni pekerjaan sebagai pelindung satwa liar. Meski jalan hidup mereka sangat berbeda, ikatan mereka tumbuh kembali dalam suasana yang tenang namun penuh arti. Melalui tatapan, kebersamaan di dapur, dan gotong-royong membangun restoran, Ming Liang mulai menemukan bahwa seni tidak hanya ada di kanvas atau galeri, tetapi juga dalam keseharian, dalam memasak, dalam melayani, dan dalam menjaga warisan ibunya. Saat “Red Pomegranate” mulai melejit menjadi tempat yang diapresiasi, ia menyadari bahwa perjalanan ini bukan sekadar tentang bisnis