The American Revolution mengikuti perjalanan panjang koloni-koloni Inggris di Amerika Utara yang kian lama tidak lagi sanggup menerima tekanan politik dan ekonomi dari London. Ketika pajak dinaikkan tanpa perwakilan, pasukan Inggris ditempatkan di kota-kota besar, dan suara rakyat diabaikan, bara perlawanan mulai menyala. Cerita dibuka di Boston, tempat ketegangan antara warga kolonial dan tentara Inggris memanas. Melalui perspektif karakter fiksi–seorang percetakan muda bernama Samuel Briggs–drama ini memperlihatkan bagaimana berita, propaganda, dan opini publik menjadi senjata yang tak kalah kuat dari mesiu. Di sisi lain, drama ini juga mengikuti para tokoh nyata seperti George Washington, Benjamin Franklin, dan Thomas Jefferson, yang masing-masing menghadapi dilema sulit. Washington harus memimpin pasukan relawan yang kurang terlatih, Franklin berjibaku meyakinkan Prancis untuk memberikan dukungan militer, sementara Jefferson berkutat pada perdebatan moral dan filosofis saat merumuskan Deklarasi Kemerdekaan. Konflik memuncak ketika Inggris mengirimkan armada besar untuk menghancurkan pemberontakan. Pasukan kolonial mengalami kekalahan berulang, moral merosot, dan dukungan publik mulai goyah. Di titik ini, The American Revolution menampilkan sisi paling manusiawi dari perjuangan kemerdekaan: keputusan berani, pengkhianatan dari dalam barisan, dan pengorbanan yang harus dibayar mahal. Saat akhirnya kemenangan mulai terlihat di akhir Perang Yorktown, seri ini tidak menutup tirai dengan euforia kemenangan semata. Drama menyoroti bahwa revolusi hanyalah awal: membangun negara baru membutuhkan kompromi, kebijaksanaan, dan kemampuan untuk berdamai dengan masa lalu.
