Di kota fiksi Benkha, dua ibu, Wang Hui-chun dan Chao Ching, terjerat dalam luka yang tak pernah sembuh setelah kehilangan anak mereka akibat penipuan telekomunikasi dan penculikan. Wang Hui-chun hidup dengan harapan bahwa putrinya yang koma akan bisa bangkit kembali, sementara Chao Ching bergulat dengan kenyataan bahwa anaknya sudah tiada. Meski hukuman mati dijatuhkan pada Chang Shih-kai, dalang skema kriminal yang menghancurkan kehidupan mereka, kedua wanita itu merasakan bahwa itu belum cukup untuk menghapus rasa sakit yang terus membekas. Dorongan untuk keadilan membawa mereka pada ritual terlarang yang membangkitkan Chang hanya tujuh hari—waktu terbatas agar mereka bisa melihat wajah musuhnya dan menuntut balas atas penderitaan yang telah ia timbulkan. Selama masa hidup sementaranya itu, Chang tidak hanya menjadi subjek penderitaan, tetapi juga saksi dari rahasia-rahasia yang lebih gelap: korupsi yang tersembunyi, hubungan dengan sekte misterius, dan konsekuensi supranatural dari membawa orang mati kembali ke dunia orang hidup. Seiring hari demi hari berlalu, keinginan untuk balas dendam berubah menjadi ujian moral. Keterikatan emosi membawa Wang dan Chao pada keputusan yang mengaburkan garis antara benar dan salah; mereka dipaksa mempertanyakan apakah membangkitkan Chang dan membuatnya membayar sama artinya dengan menjadi seperti musuh mereka sendiri. Waktu yang semakin mendekati batas tujuh hari bukan hanya soal menghukum, tetapi soal memilih apa arti keadilan ketika kata itu sendiri menjadi kabur dan mahal dibayar.